Pernah baca cerpen or novel yang di awal kisah langsung bercerita tentang masa lalu sang tokoh. Nah, ini yang disebut flashback. Sama seperti kalo kita nonton film, dan di awal adegan sudah menampilkan cerita masa lalu sang Tokoh.
Memakai alur ini boleh-boleh saja, hanya perlu diingat cerpen itu terbatas jumlah halamannya. Jadi, harus dipikirkan baik-baik hasil akhirnya. Jangan sampai gara-gara memakai alur ini cerpen menjadi sangat panjang.
Alur ini lebih cocok dipakai untuk novel atau cerber.
Dalam alur ini, setelah masa lalu dikisahkan, maka cerita diakhiri dengan masa kini.
ALUR MAJU
Alur cerita ini paling banyak digunakan karena lebih mudah dan sangat tepat dipakai untuk mereka yang baru belajar menulis cerpen. Sesuai namanya, alur cerita seperti ini memuat adegan demi adegan yang maju terus. Misalnya : adegan pertama : A ketemu B di mal, adegan kedua : A menyatakan cinta pada B, adegan ketiga : B menerima cinta dan mereka menjadi sepasang kekasih yg bahagia.
Apapun alur cerita yang kamu pilih, pastikan alur yang kamu buat tidak datar dan kaku. Apa sih yang dimaksud dengan datar dan kaku?
Pernah membaca cerpen orang lain yang alurnya membosankan dan rata aja. Alias enggak ada gregetnya. Persis jalan tol. Lurusss aja. Nah, itu yang disebut alur datar dan kaku.
Oke, sampai disini penjelasan tentang Alur. Bila masih tak mengerti, silakan bertanya.
Oke, sampai disini penjelasan tentang Alur. Bila masih tak mengerti, silakan bertanya.
contoh novel alur maju
Robohnya Surau Kami
Salah satu cerpen yang paling dikenal dalam kumpulan cerpen ini, yaitu Robohnya Surau Kami. Cerpen ini mengambil latar di pedesaan. Bercerita tentang seorang kakek yang sangat taat pada agama. Yang selalu bangun pagi-pagi, bersuci, membangunkan orang-orang dari tidurnya supaya bersujud kepada Tuhan. Hal ini dilakukannya sampai berangkat tidur pada malam hari. Kakek ini bernama Haji Saleh, karena dia sudah naik haji, dia yakin akan masuk surga nantinya. Sementara dia lupa untuk menafkahi anak, istri, dan kemenakan serta orang kampungnya. Sehingga kehidupan mereka setiap keturunannya tetap melarat, walau selalu memuji-muji Tuhan. Dan pada suatu hari Ajo Sidi, seorang pembual yang dikenal di kampung bercerita kepada Kakek, yaitu bahwa Tuhan memasukkannya dan keluarganya serta orang-orang kampungnya ke dalam neraka, karena terlalu egois dan terlalu mementingkan diri sendiri dan menelantarkan orang sekitar semasa hidupnya. Hal ini membuat Kakek sangat marah dan sakit hati. Di kemudian hari, Haji Saleh menjadi sangat menyesal dan menggorok lehernya sendiri, lalu mati dalam penyesalannya.
Tema yang diangkat pada cerpen robohnya surau kami ini yaitu keseimbangan. Keseimbangan merupakan tema sentral yang dijadikan penulis dalam cerpen ini. Keseimbangan antara beribadah dengan Tuhan dan dengan orang-orang sekitar kita, yang menjadi permasalahan yang digambarkan penulis pada Haji Saleh, Seorang kakek yang menyesal pada akhir cerita terhadap dirinya yang selalu beribadah dan beribadah pada Tuhan, tanpa memperhatikan orang sekitar, bahkan keluarganya sendiri.
Alur cerpen ini maju. Cerpen ditulis dari awal sampai akhir dengan berurutan. Sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami jalan cerita. Sudut pandang menggunakan sudut pandang orang pertama dengan tokoh “Aku” yang berada dalam cerita.
Gaya bahasa yang digunakan, contoh ada menggunakan majas litotes ‘Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh’, dan sebagainya. A.A Navis juga menggunakan sedikit bahasa yang kental nuansa minangnya, seperti kata-kata surau, Ajo, Etek, Sidi, dan lainnya yang dapat ditemukan dalam cerita.
Amanat yang dapat kita ambil dalam cerpen ini, yakni kita hendaknya seimbang antara hubungan vertikal kita dengan Tuhan dan hubungan kita dengan orang sekitar kita. Tokoh Kakek dalam cerpen dapat kita jadikan pelajaran, agar kita dalam hidup ini, tidak hanya dengan beribadah dan beribadah saja.
Penulis menggunakan penggunaan kata-kata yang lugas dan ringan, sehingga cerpen ini dapat dinikmati orang banyak. Ditambah amanat-amanat dalam cerita yang dapat kita ambil hikmah dan manfaatnya ini, menjadi kekuatan tersendiri dalam cerpen Robohnya Surau Kami. Pemikiran A.A Navis yang kritis dapat menjadi pembelajaran yang menarik bagi kita semua.
Terlepas dari kelebihannya, kelemahan atau kekurangan yang dapat kita jumpai dalam cerpen ini sangatlah sulit untuk ditemukan. Kelemahan buku ini paling hanya terdapat sedikit sewaktu akhir cerita, dimana penulis tidak terlalu menjelaskan secara detail mengapa Kakek bunuh diri. Sehingga interpretasi pembaca akan berbeda-beda. Walaupun sebenarnya alasannya tidak sebutkan, pembaca juga pasti sudah tahu alasannya mengapa.
Salah satu cerpen yang paling dikenal dalam kumpulan cerpen ini, yaitu Robohnya Surau Kami. Cerpen ini mengambil latar di pedesaan. Bercerita tentang seorang kakek yang sangat taat pada agama. Yang selalu bangun pagi-pagi, bersuci, membangunkan orang-orang dari tidurnya supaya bersujud kepada Tuhan. Hal ini dilakukannya sampai berangkat tidur pada malam hari. Kakek ini bernama Haji Saleh, karena dia sudah naik haji, dia yakin akan masuk surga nantinya. Sementara dia lupa untuk menafkahi anak, istri, dan kemenakan serta orang kampungnya. Sehingga kehidupan mereka setiap keturunannya tetap melarat, walau selalu memuji-muji Tuhan. Dan pada suatu hari Ajo Sidi, seorang pembual yang dikenal di kampung bercerita kepada Kakek, yaitu bahwa Tuhan memasukkannya dan keluarganya serta orang-orang kampungnya ke dalam neraka, karena terlalu egois dan terlalu mementingkan diri sendiri dan menelantarkan orang sekitar semasa hidupnya. Hal ini membuat Kakek sangat marah dan sakit hati. Di kemudian hari, Haji Saleh menjadi sangat menyesal dan menggorok lehernya sendiri, lalu mati dalam penyesalannya.
Tema yang diangkat pada cerpen robohnya surau kami ini yaitu keseimbangan. Keseimbangan merupakan tema sentral yang dijadikan penulis dalam cerpen ini. Keseimbangan antara beribadah dengan Tuhan dan dengan orang-orang sekitar kita, yang menjadi permasalahan yang digambarkan penulis pada Haji Saleh, Seorang kakek yang menyesal pada akhir cerita terhadap dirinya yang selalu beribadah dan beribadah pada Tuhan, tanpa memperhatikan orang sekitar, bahkan keluarganya sendiri.
Alur cerpen ini maju. Cerpen ditulis dari awal sampai akhir dengan berurutan. Sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami jalan cerita. Sudut pandang menggunakan sudut pandang orang pertama dengan tokoh “Aku” yang berada dalam cerita.
Gaya bahasa yang digunakan, contoh ada menggunakan majas litotes ‘Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh’, dan sebagainya. A.A Navis juga menggunakan sedikit bahasa yang kental nuansa minangnya, seperti kata-kata surau, Ajo, Etek, Sidi, dan lainnya yang dapat ditemukan dalam cerita.
Amanat yang dapat kita ambil dalam cerpen ini, yakni kita hendaknya seimbang antara hubungan vertikal kita dengan Tuhan dan hubungan kita dengan orang sekitar kita. Tokoh Kakek dalam cerpen dapat kita jadikan pelajaran, agar kita dalam hidup ini, tidak hanya dengan beribadah dan beribadah saja.
Penulis menggunakan penggunaan kata-kata yang lugas dan ringan, sehingga cerpen ini dapat dinikmati orang banyak. Ditambah amanat-amanat dalam cerita yang dapat kita ambil hikmah dan manfaatnya ini, menjadi kekuatan tersendiri dalam cerpen Robohnya Surau Kami. Pemikiran A.A Navis yang kritis dapat menjadi pembelajaran yang menarik bagi kita semua.
Terlepas dari kelebihannya, kelemahan atau kekurangan yang dapat kita jumpai dalam cerpen ini sangatlah sulit untuk ditemukan. Kelemahan buku ini paling hanya terdapat sedikit sewaktu akhir cerita, dimana penulis tidak terlalu menjelaskan secara detail mengapa Kakek bunuh diri. Sehingga interpretasi pembaca akan berbeda-beda. Walaupun sebenarnya alasannya tidak sebutkan, pembaca juga pasti sudah tahu alasannya mengapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar